Teori
Dominasi Sosial
Editor: Arif Rudi S
Teori
Dominasi Sosial atau Social Dominance
Theory (SDT), menurut Sidanius dan Pratto adalah ketidaksetaraan hierarki
sosial berdasarkan kelompok yang merupakan hasil distribusi nilai sosial secara
tidak adil kepada kelompok-kelompok masyarakat baik nilai positif maupun
negatif, yang mana ketidaksetaraan distribusi nilai sosial ini dapat
dimanfaatkan oleh ideologi sosial, keyakinan, mitos dan doktrin tertentu
sebagai alat pembenaran.
Terkait
dengan konflik politik di Thailand faktor struktural yang memengaruhi akumulasi
konflik politik yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:
Bahwa
akar konflik di Thailand diwarnai dengan terjadinya persaingan antar elit
politik, perombakan kabinet dan pelemahan terhadap sistem monarki
konstitusional. Mantan perdana menteri Thailand sebagai salah satu pihak yang
mendukung adik kandungnya Yinluck Shinawatra, mendapat dukungan besar dari
massa kaos merah yang mewakili petani, buruh dan lapisan masyarakat bawah (kelompok
“lemah”), berkonflik dengan perdana menteri petahana Abhisit Vejjajiva yang
didukung secara masif oleh kelompok kaos kuning yang terdiri dari para
cendikiawan, elit politik, masyarakat urban dan oleh pengusaha (kelompok dominan).
Kedua pihak saling menjatuhkan dan berebut dominasi untuk memimpin politik
tertinggi di Thailand.
Ketidaksetaraan
hierarki sosial yang merupakan hasil distribusi nilai sosial yang tidak adil
kepada kelompok-kelompok masyarakat (baik nilai positif maupun negatif), di
mana ketidaksetaraan distribusi nilai sosial tersebut dimanfaatkan sebagai alat
pembenaran oleh pihak “lemah” untuk menjatuhkan kelompok dominan, dan kelompok dominan
berusaha mempertahankan dominasinya.
Sumber:
LJ
UAS Semester I, Nature of Conflict, Arif Rudi S. DRK Unhan, 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar