Jumat, 24 Januari 2020

Transformasi Konflik (Advokat | Pengacara Wonosobo)

Transformasi Konflik
Editor: Arif Rudi S

Apabila terjadi konflik, maka terciptanya perdamaian akan tergantung pada transformasi hubungan antar kelompok (transformasi konflik). Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa transformasi adalah, “perubahan rupa baik bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya.” Sehingga transformasi konflik dapat diartikan: perubahan hubungan antar kelompok (baik bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya) yang dapat memengaruhi terciptanya perdamaian.
Transformasi konflik untuk proses perdamaian, membutuhkan pendekatan transenden untuk mencapai tujuan kelompok. Transendensi adalah cara berpikir tentang hal-hal yang melampaui apa yang terlihat, yang dapat ditemukan. Pendekatan tersebut berupa pendekatan menyeluruh dengan menggunakan model proses dinamis untuk menjembatani antara konflik dengan perdamaian.
Terdapat tiga hal yang dapat melahirkan dan memengaruhi suatu tujuan, yaitu Sifat (nature) - yang ada dalam diri dan sekeliling individu; Kultur, ada dalam diri individu yang dinternalisasi sebagai nilai dan norma; Struktur, adalah sebagai pelembagaan dan sanksi-sanksinya. Sifat dan Kultur yang dalam diri individu, serta Sifat dan Struktur di luar diri individu, memberikan pandangan manusia tentang kebebasan untuk mengembangkan kapasitas spiritual manusia.
Adanya aktor yang berkelompok, berdasar ras dan kelas, kota dan negara, gender dan generasi. Di mana masing-masing aktor tersebut memiliki kebutuhan dasar yang berasal dari Sifat (Nature), nilai dari Kultur, dan minat dari Struktur. Tujuan-tujuan tersebut dapat berupa pasangan positif (harmonisasi, kesesuaian) yang berpotensi mencapai perdamaian; atau pun bisa berupa pasangan negatif (ketidakharmonisasi-ketidaksesuaian) yang dapat menimbulkan konflik.
Konflik dapat berputar-putar dalam suatu “Lingkaran Setan.” Berikut adalah gambar lingkaran tersebut:


Konflik diawali dengan timbulnya rasa frustrasi atas suatu keadaan yang mengakibatkan polarisasi yang menguat. Di tengah polarisasi akan timbul dehumanisasi yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap pihak lainnya, yang memunculkan perlawanan (agresi) yang memicu korban sehingga mengakibatkan trauma. Korban yang mengalami trauma akan timbul rasa dendam dan menginginkan kekuasaan, sedangkan pelaku kekerasan adalah pihak yang memiliki kekuasaan. Itulah yang disebut sebagai “Lingkaran Setan” konflik.

Sumber:
Kelompok I. PCR Co 3. Mata Kuliah Nature of Conflict – Dr. Ichsan Malik, Unhan, 2014.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fakta Pengadilan Agama Wonosobo (I)

Penyelesaian Konflik Agraria

Penyelesaian Konflik Agraria Konflik agraria sering terjadi akibat tumpang tindih kepemilikan atau penggunaan lahan antara masya...