Hukum Profesi Advokat dalam Tinjauan Abu
Ubaidah Yusuf (I)
Editor:
Arif Rudi Setiyawan
Advokat/Pengacara
Tinggal di Wonosobo
Abu
Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi memberikan tinjauannya terhadap kebolehan profesi
advokat menurut Islam, sebuah profesi yang akrab juga disebut dengan istilah
pengacara. Pada kesempatan ini penulis ingin mengaitkan tinjauan Abu Ubaidah
tersebut dengan Undang-Undang Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia.
Abu
Ubaidah memulai tinjauannya dengan menekankan bahwa syariat Islam adalah
syariat yang sempurna dan paripurna, di dalamnya sudah terdapat segala hal yang
dibutuhkan termasuk adanya konsep yang jelas tentang pengadilan, di mana
profesi advokat mendapat tempat.
Abu
Ubaidah mendefinisikan advokat sebagai orang yang melakukan atau memberikan
nasihat dan pembelaan atau mewakili orang lain atau klien untuk menyelesaian
suatu kasus hukum. Atau dengan kata lain advokat adalah profesi hukum yang
berperan dalam suatu persengketaan yang
diselesaikan di dalam atau pun di luar sidang pengadilan.
Undang-Undang
Advokat Indonesia sendiri menyatakan bahwa advokat sebagai orang yang
berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Advokat. Sedangkan
menurut undang-undang, jasa hukum adalah jasa yang diberikan oleh advokat
berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili,
mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum
klien.
Sementara
itu, Kode Etik Advokat Indonesia (Kode Etik) memberikan definisi bahwa advokat
Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran
dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan
tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode
Etik Advokat serta sumpah jabatannya.
Di
tengah-tengah masyarakat terkadang muncul keraguan tentang boleh atau tidaknya
seseorang menjalani profesi sebagai advokat itu khususnya untuk tampil di
persidangan. Terhadap keraguan tersebut Abu Ubaidah menyimpulkan bahwa adanya
pengacara dalam persidangan diperbolehkan, hal itu ia dasarkan dari dalil-dalil
yang ada di al-Quran, hadits, ijma dan akal. Berikut adalah dalil-dalil yang
disampaikan oleh Abu Ubaidah tersebut:
1.
Dalil Al-Qur’an
Sesungguhnya
Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu
mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat. (QS. an-Nisa’ 41:105)
Abu
Ubaidah menegaskan bahwa dalam ayat tersebut melarang menjadi advokat yang
batil, bertindak sebagai advokat diperbolehkan hanya bila dalam kebenaran.
2.
Dalil Hadist
Dari
Fathimah binti Qois radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Abu ‘Amr menceraikannya tiga
cerai dari kejauhan dirinya, dia mengutus wakilnya untuk membawakan gandum
kepada Fathimah, tetapi Fathimah malah marah kepadanya. Lalu wakil tersebut
mengatakan, “Demi Allah, kamu itu tidak memiliki hak lagi.” Setelah itu
Fathimah melapor kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
“Tidak ada kewajiban baginya untuk menafkahimu lagi.” (HR. Muslim: 1480)
Menurut
Abu Ubaidah, hadits ini menunjukkan bolehnya mengutus perwakilan dalam
persengketaan (advokat), karena Fathimah melaporkan perkara wakil suaminya
tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam namun Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, hal itu menunjukkan bahwa beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui adanya wakil dalam persengketaan.
3.
Dalil Ijma
Abu
Ubaidah mencatat bahwa secara global, tidak ada pendapat yang saling
bertentangan di kalangan ulama tentang bolehnya mewakilkan dalam persengketaan
baik dalam harta, pernikahan, dan sejenisnya. Bahkan, secara khusus sebagian
ulama telah menukil adanya ijma dalam masalah ini. Abu Ubaidah menulis bahwa
As-Sarokhsi (490H) berkata, “Perwakilan dalam pengadilan sudah ada semenjak
masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari ini tanpa adanya
pengingkaran dari siapa pun.” Ia melanjutkan bahwa As-Sumnani (499 H) pernah
menjelaskan tentang hal ini, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah
mewakilkan, demikian juga para imam yang adil dari kalangan sahabat dan tabi’in.
Hal itu menurutnya juga telah dilakukan oleh orang-orang di berbagai
negara."
4.
Dalil Akal
Abu
Ubaidah mengatakan bahwa seseorang kadang-kadang membutuhkan wakil dalam
persidangan, entah karena dia tidak suka perdebatan atau tidak memiliki
keahlian dalam berdebat baik membela atau membantah maka sangat sesuai jika
syariat membolehkannya.
Dari
dalil-dalil yang telah ia kemukakan tersebut, Abu Ubaidah meyakini kebolehan
profesi advokat, apabila digunakan untuk membela kebenaran dan menolong orang
yang terzalimi, baik dengan mengambil gaji maupun tidak.
Sementara
itu terkait kebolehan adanya profesi advokat, berdasarkan Undang-Undang Advokat
Indonesia, bahwa untuk kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri, maka profesi
Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab diperlukan keberadaannya.
Hal itu diperlukan untuk mewujudkan peradilan yang jujur, adil, dan memiliki
kepastian hukum bagi pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran,
keadilan, dan hak asasi manusia. Jadi berdasarkan undang-undang, Indonesia
bukan hanya memperbolehkan keberadaan profesi advokat, akan tetapi lebih dari
itu advokat menduduki peran yang sangat diperlukan dan begitu penting.
Abu
Ubaidah mengutip Lajnah Da'imah (komite fatwa) Arab Saudi yang pernah ditanya
tentang hukum profesi advokat. Komite Fatwa menjawab bahwa apabila seseorang
berprofesi sebagai pengacara bertujuan untuk membela kebenaran, menumpas
kebatilan dalam pandangan syariat, mengembalikan hak kepada pemiliknya dan
menolong orang yang terzalimi, maka hal itu disyariatkan karena termasuk
tolong-menolong dalam kebaikan. Dan sebaliknya, apabila tujuannya bukan
demikian maka tidak boleh karena termasuk tolong-menolong dalam dosa.
Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong menolonglah dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. (QS. al-Ma’idah [5] :
2).
Abu
Ubaidah meyakini bahwa keberadaan profesi pengacara atau advokat itu sudah ada
sejak lama, sekalipun tidak selalu ada dalam setiap persidangan. Salah satunya
adalah adanya bukti tertulis yang dikatakan oleh as-Sumnani rahimahullah (499
H). Dalam kitabnya khususnya pada bab tentang advokat dan kewajiban menunjukkan
bahwa profesi advokat sudah ada sejak lama. Bahkan disebutkan dalam sebuah
kitab biografi ada seseorang yang dikenal sebagai pengacara profesional seperti Abu Marwa Utsman bin Ali
bin Ibrohim rahimahullah (346H).
Terkait
dengan gaji atau honorarium profesi advokat, Abu Ubaidah mendasarkan
pendapatnya dari dalil sebagai berikut:
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus- pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan unluk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah [19]: 6o)
Abu
Ubaidah mengatakan bahwa dalam ayat tersebut terdapat dalil bolehnya pemerintah
mewakilkan seseorang untuk mengambil zakat dan membagikannya kepada yang berhak
dengan adanya imbalan bagi amil zakat tersebut. Beliau menyimpulkan bahwa bila
amil zakat berhak mendapatkan imbalan atas pekerjaannya, maka demikian juga
pengacara berhak mendapatkan imbalan atas pekerjaannya. Undang-Undang advokat
sendiri menyatakan bahwa advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum
yang telah diberikan kepada kliennya, dan besarnya honorarium atas jasa hukum
itu ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Kode
Etik Advokat mendukung pernyataan itu bahwa dalam melakukan tugasnya advokat
tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih
mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
Sumber:
Kode
Etik Advokat Indonesia
Undang-Undang Advokat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar